Kisah Singkat Owner Titikjambi.com

Artikel, Titik Bungo261 Dilihat
Share

“Ikhlas menerima kesalahan, dan belajar dari setiap kesalahan, karena itu yang akan menjadikanmu kuat dalam menjalani kehidupan” Ahmad Pudaili (Penulis)



AKU dilahirkan pada bulan Oktober 1988 pada masa kejayaan rezim Orde Baru. Di Dusun (Desa) Tenam Kecamatan Tanah Sepenggal Kabupaten Bungo, Jambi, pada waktu itulah kuhabiskan masa kecilku sampai umur enam tahun.

Sebelum sekolah, aku sering mengikuti orang tuaku kekebun serta kesawah, hal itu kulakukan karna orang tuaku bukanlah seorang jutawan maupun miliarder, jadi mau tidak mau harus terjun bertani. Dan di Dusun itu juga kujalani masa sekolahku (Sekolah Dasar), hingga selesai pada tahun 2001.

Pada tahun 2002, aku meneruskan pendidikanku di Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau tepatnya mondok disalah satu Pesantren di Kabupaten tetangga, yaitu Kabupaten Muara Tebo, tepatnya di Pondok Pesantren Nurul Jalal. Dan disanalah aku mulai mendalami ilmu agama islam, setidaknya aku dapat membekali diri sendiri untuk menuju alam yang abadi (Akhirat).

Pada tahun 2005, aku kembali meneruskan mondok di Madrasah Aliyah Alfalah Pasir Putih Muara Bungo, dan disana aku kembali menemukan banyak teman yang begitu kritis dan suka berbagi satu sama lain tentang ilmu pengetahuan. Dan disana juga aku mulai banyak belajar lebih dalam lagi arti hidup bersosial.

Dan ketika duduk di Madrasah Aliyah itu aku juga ditempatkan di jurusan sosial, sehingga aku mulai suka membaca buku. Aku suka membaca buku-buku sosial, politik, filsafat, maupun buku sastra. Tapi aku kurang tertarik di bidang ekonomi dan Politik. Yah, kurasa aku memang takkan menjadi seorang ekonom dan pakar Politik.

Dari sekian buku-buku yang kubaca sehingga pola pikir dan cara pandanganku mulai berubah, terutama tentang politik. Bagiku, politik adalah suatu hal yang kotor dan busuk. Kawan bisa menjadi lawan, dan lawan bisa menjadi kawan. Karna hal itu dilakukan hanya untuk melanggengkan kedudukan, dan kedudukan adalah alat untuk memperkaya diri sendiri. “pikirku saat itu tentang politik”

Menjelang lulus aliyah, aku mengalami kebosanan dengan kehidupanku. Bahkan sekolahku ketika itu mulai terombang ambing karna permasalahan ditubuh keluargaku yang sulit keceritakan.

Singkat cerita pada waktu hari. Pulang sekolah, aku melihat ada aksi demonstrasi oleh puluhan mahasiswa di jalan tengah Kota. Sambil membawa berbagai tulisan yang dituliskan dikarton serta membawa bendera organisasinya, bahkan mereka meneriakan dari sekian tuntutan mereka.

Baca Juga :  Terkonfirmasi Positif Covid-19, H Mashuri : Mohon Do'a untuk Kesembuhan Ibu

Jujur saja, waktu ku lihat aku kurang simpati dan aku merasa terganggu. Dengan suara keras mereka berteriak-teriak dan ada pula yang menghujat tokoh tertentu. Itukah gambaran seorang mahasiswa, “pikirku kala itu”. Kelak ketika aku menjadi mahasiswa aku takkan seperti mereka, “janjiku dalam hati”.

Setelah lulus Aliyah pada tahun 2007, aku sempat istirahat tiga tahun dari proses belajar, karna tidak bisa langsung melanjutkan kejenjang pendidikan perguruan tinggi, mengingat permasalahan ditubuh keluargaku makin parah sehingga membuat aku harus makin mandiri dengan membantu orang tuaku bekerja di kebun maupun disawah.

Pada tahun 2010, aku kembali bangkit dan menginginkan melanjutkan pendidikanku yang sempat tertunda itu. Dengan mendaftar, sehingga aku diterima di Fakultas Ekonomi Akuntansi di Universitas Muara Bungo (UMB),

Kadang aku sering tertawa sendiri, bagaimana mungkin aku yang tadinya tidak suka dengan ilmu Ekonomi dan Politik malah menemukan itu semua.

Berjalannya waktu, aku bergabung disalah satu Organisasi Kemahasiswaan yang setara dengan Organisasi Nasional lainnya, sehingga aku sangat aktif setiap kegiatan organisasi itu.

Dengan proses yang dijalani, pada tahun 2013 aku dipercaya oleh sahabat dan sahabati untuk memimpin organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Bungo, hingga tahun 2015 PMII makin eksis di Kabupaten Bungo.

Dan disanalah aku yang tadinya tidak suka melihat mahasiswa yang demontrasi hingga ahirnya aku terjun langsung ikut angkat toa dan meneriakan apa yang menjadi hak rakyat.

Proses demi proses, aku mulai belajar tentang dunia jurnalistik dan tulis menulis. Inilah jalan yang akan aku pilih kelak, “pikirku”. Menjadi penyambung aspirasi rakyat tidak harus turun ke jalanan, namun aku yakin melalui tulisan aku bisa menyampaikan aspirasi rakyat.

Saat itu juga, aku pun mulai suka menulis. Beberapa tulisanku mulai dimuat di media cetak, mulai dari surat pembaca, sampai artikel ilmiah. Bahkan, tidak jarang kawan-kawanku mengajak berdiskusi setelah membaca tulisanku.

Tapi juga tidak sedikit ada yang mulai memusuhiku, tentu saja dimusuhi oleh orang-orang atau kelompok yang tidak suka dengan hasil tulisanku yang di anggap mengkritik berlebihan.

Bahkan dari mereka ada kawan-kawanku sendiri, namun aku tak peduli. Lebih baik aku diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan.

“Hingga kini aku terus menulis dan akan terus menulis, selagi itu dijalan yang benar akan aku hadapi dengan senang hati.”

Komentar